Manager Humas KAI Divre III Palembang, Aida Suryanti mengatakan bahwa meskipun KAI sebagai operator perkeretaapian, namun demi keselamatan bersama hal tersebut tetap dilakukan, sejalan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 Pasal 2, yang mewajibkan penutupan perlintasan yang tidak memiliki Nomor JPL, tidak dijaga, dan/atau tidak berpintu dengan lebar kurang dari dua meter. Penutupan dilakukan untuk menjamin keamanan dan kelancaran operasional kereta api.
"Langkah ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan KAI untuk mengurangi potensi gangguan operasional kereta api dan memastikan keselamatan bagi masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku," ungkap Aida.
Adapun data perlintasan yang telah ditutup tersebut yakni sebagai berikut :
- Perlintasan liar di Km.533+4/5, Jalan Desa Lubuk Belimbing Kodya Bengkulu, petak jalan antara Stasiun Kota Padang - Lubuklinggau;
- Perlintasan resmi tidak terjaga JPL 169 Km.534+2/3 Jalan Desa Lubuk Belimbing Kodya Bengkulu, petak jalan antara Stasiun Kota Padang - Lubuklinggau;
- Perlintasan resmi tidak terjaga JPL 170 Km.535+7/8 Jalan Desa Lubuk Belimbing Kodya Bengkulu, petak jalan antara Stasiun Kota Padang - Lubuklinggau; dan
- Perlintasan liar yang berada di Km.536+5/6 Jalan Desa Lubuk Bingin Kodya Bengkulu, petak jalan antara Stasiun Kota Padang - Lubuklinggau.
Selain melakukan penutupan, KAI Divre III Palembang juga melakukan penyempitan jalan dengan pemagaran menggunakan rel bekas yang dipasang disisi jalan pada perlintasan sebidang JPL 161 Km.509+3/4 Jalan Desa Tanjung Ning Kabupaten Empat Lawang, petak jalan antara Stasiun Tebing Tinggi - Muara Saling. Hal tersebut dilakukan agar pengendara kendaraan roda empat mengurangi kecepatannya dan berhati-hati saat melewati perlintasan.
KAI Divre III Palembang mencatat saat ini terdapat 118 titik perlintasan sebidang, baik perlintasan resmi atau teregister dengan jumlah sebanyak 82 titik dan perlintasan liar dengan jumlah sebanyak 33 titik. Dari data tersebut, 42 titik (35,6%) perlintasan dijaga oleh petugas KAI, Pemda setempat, swasta maupun swadaya masyarakat, sedangkan sisanya sebanyak 76 titik (64,40%) perlintasan tidak dijaga. Ketidakterjagaan ini berpotensi menimbulkan kerawanan bila tidak ditangani dengan pendekatan preventif dan kolaboratif.
"Sebagai bagian dari strategi mitigasi risiko, KAI tidak hanya menutup perlintasan yang tidak sesuai ketentuan, namun juga aktif mengusulkan pembangunan perlintasan tidak sebidang seperti flyover dan underpass kepada pemerintah pusat dan daerah. Solusi ini diharapkan dapat mengurangi interaksi langsung antara kendaraan dan kereta api," kata Aida.
Langkah peningkatan keselamatan lainnya juga dilakukan oleh KAI Divre III Palembang melalui kegiatan sosialisasi kepada masyarakat dan pengguna jalan seperti kampanye keselamatan di perlintasan sebidang bersama stakeholder, sosialisasi disiplin dan keselamatan di sekolah-sekolah dan pemasangan spanduk himbauan keselamatan.
Kegiatan kampanye keselamatan di perlintasan sebidang tersebut melibatkan berbagai pihak, seperti Dinas Perhubungan, Kepolisian, Jasa Raharja dan komunitas pecinta kereta api atau Railfans untuk menjangkau lebih banyak masyarakat secara langsung. Pendekatan kolaboratif ini dinilai efektif dalam meningkatkan kesadaran publik terhadap pentingnya keselamatan di perlintasan sebidang.
Aida menambahkan bahwa faktor manusia memegang peran penting dalam menciptakan keselamatan di perlintasan sebidang.
"Keberadaan rambu lalu lintas harus dihormati dan dipatuhi. Palang pintu dan penjaga hanyalah pelengkap, bukan jaminan utama. Disiplin dan kewaspadaan pengguna jalan menjadi kunci," tegas Aida.
KAI Divre III Palembang terus menghimbau agar masyarakat lebih berhati-hati dan patuh pada aturan ketika melintasi perlintasan sebidang. Setiap pengguna jalan wajib memastikan kondisi aman sebelum melintas, termasuk berhenti, melihat, dan mendengar sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 114 UU tersebut mewajibkan pengguna jalan untuk mendahulukan perjalanan kereta api. Sementara itu, Pasal 296 memberikan sanksi pidana maksimal tiga bulan atau denda hingga Rp750.000,- bagi pelanggar yang nekat melintas saat sinyal peringatan berbunyi atau palang mulai menutup.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian pada Pasal 124 juga secara tegas mengatur bahwa prioritas utama di perlintasan sebidang adalah perjalanan kereta api. Ketentuan ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga keselamatan seluruh pihak yang melintas.
"KAI Divre III Palembang berkomitmen akan terus bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti setiap pelanggaran yang berpotensi membahayakan. Jika ditemukan unsur kelalaian yang menyebabkan dampak fatal hingga korban jiwa, sanksi pidana dapat dikenakan sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (4) UU LLAJ, yaitu penjara maksimal enam tahun dan/atau denda hingga Rp12 juta," ujar Aida.
Dalam mengedukasi publik, KAI Divre III Palembang juga melibatkan komunitas pecinta kereta api (Railfans) yang berada di Provinsi Sumatera Selatan sebagai mitra strategis. Kehadiran mereka turut membantu menyebarluaskan informasi keselamatan melalui media sosial, forum, dan berbagai kegiatan kreatif lainnya.
"Kami percaya bahwa kolaborasi dan kesadaran kolektif adalah pondasi utama dalam mewujudkan sistem transportasi yang selamat dan berkelanjutan. KAI Divre III Palembang berkomitmen untuk terus melakukan langkah-langkah strategis demi mewujudkan perjalanan kereta api yang selamat, aman dan nyaman," tutup Aida. (Manda)
0 Komentar